Daftar film Indonesia yang dicekal
Sensor terhadap media di Indonesia diberlakukan dalam berbagai tingkatannya sejak masa Demokrasi Terpimpin hingga Orde Reformasi. Di masa Orde Baru khususnya sensor ini dijalankan dengan sangat ketat. Hingga kini lebih dari 60 buah film dilarang beredar. Sebagian besar dari film-film itu diproduksi pada masa Orde Baru. Film-film yang kena celak itu ada yang tertahan bertahun-tahun di meja sensor atau ditarik dari peredaran karena protes dari segolongan orang atau masyarakat. Film harus disensor berlapis-lapis melalui berbagai lembaga seperti Departemen Penerangan dan Laksusda. Bahkan pejabat publik pun dapat menghentikan pemutaran film karena alasan pribadi.
Di masa Orde Reformasi sekalipun, yang konon menjalankan keterbukaan, masih ada film-film yang dilarang beredar karena berbagai alasan.
Berikut ini adalah daftar film Indonesia yang kena cekal sejak masa Demokrasi Terpimpin, hingga Orde Reformasi, dan alasan-alasannya. Pembaca diundang untuk melengkapinya:
- Pagar Kawat Berduri (1961), diganyang oleh Partai Komunis Indonesia, diselamatkan Presiden Soekarno, namun tetap tak bisa diputar di bioskop.
- Tiada Jalan Lain (1972) karena produsernya, Robby Tjahjadi, terlibat dalam kasus penyelundupan mobil mewah
- Romusha (1972), dianggap dapat mengganggu hubungan dengan Jepang
- Inem Pelayan Seksi (1976), diharuskan berganti judul dari judul semula Inem Babu Seksi.
- Wasdri (1977), skenarionya dianggap bisa menyinggung pejabat Kejaksaan Agung, karena Wasdri, buruh angkut di Pasar Senen, Jakarta, hanya diberi upah oleh seorang istri jaksa hanya separuh dari yang biasanya ia terima.
- Yang Muda Yang Bercinta (1977), dianggap mengakomodasi teori revolusi dan kontradiksi dari paham komunis.
- Bung Kecil (1978), isinya tentang orang muda yang melawan feodalisme
- Bandot Tua (1978), dipangkas habis-habisan dan diganti judulnya menjadi Cinta Biru, karena kata “Bandot” dinilai bermakna negatif.
- Petualang-petualang (1978), judulnya diharuskan diubah dari “Koruptor, Koruptor”. Film ini mengisahkan berbagai bentuk korupsi besar-besaran.
- Buah Hati Mama (1983), memuat dialog tentang kakek yang pintar menyanyi karena berteman dengan mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso. Bagian ini digunting habis.
- Saidjah dan Adinda (1988), judul berubah dari Max Havelaar dan menggambarkan Max Havelaar yang berhati mulia, sementara penguasa pribumi justru menghisap rakyat.
- Pembalasan Ratu Laut Selatan (1988) karena eksploitasi seks
- Jurus Maut
- Kuda-kuda Binal
- Cinta Biru
- Kanan Kiri OK, diharuskan berganti judul dari Kiri Kanan OK karena kata 'Kiri' memberi kesan PKI.
- Tinggal Landas, sutradaranya, Sophan Sophiaan, diminta menambahkan kata Buat Kekasih, karena Indonesia saat itu sedang dalam proses tinggal landas.
- Nyoman dan Presiden (1989), diminta agar judulnya diubah menjadi Nyoman dan Bapaknya, Nyoman dan Kita, Nyoman dan Bangsa, Nyoman dan Merah Putih, atau Nyoman dan Indonesia.
- Buruan Cium Gue (2005), diprotes oleh Abdullah Gymnastiar dan Majelis Ulama Indonesia karena dianggap mengusik perasaan susila masyarakat.
0 komentar:
Post a Comment